Tidak mudah menghadapi situasi dan kondisi dimana aktivitas kita dibatasi bahkan berhenti sama sekali akibat pandemi. Kita harus melawan kondisi yang mengarah pada depresi. Kita harus senantiasa membangun pikiran positif untuk tetap survive, tetap semangat, dan tetap optimis, meskipun dengan seluruh keterbatasan dan kesempitan hidup akibat pandemi. Banyak orang saat ini hanya bisa menunggu, menunggu pandemi akan berlalu, sehingga bisa beraktivitas seperti sedia kala. Mungkinkah kondisinya bisa kembali seperti sedia kala saat belum ada pandemi? Mungkinkah dunia ini akan baik-baik saja pasca pandemi? Pertanyaan yang jawabannya butuh analisa yang mendalam. Atau kah memang benar bahwa kita memasuki era kebiasaan baru, hidup disiplin dengan tagar ingat pesan ibu slogan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Disiplin menjalankan protokol kesehatan supaya terhindar dari virus covid-19, yang hingga saat ini penyebarannya masih belum bisa dihentikan. Masih harus tetap waspada meskipun grafik penyebarannya sudah melandai.
Ada banyak kisah dibalik adanya pandemi covid-19 ini. Yang jelas setiap orang punya kisahnya masin-masing. Meskipun hampir semua kisah dan cerita lebih banyak mengisahkan cerita yang kurang menyenangkan, tetapi kita bisa mengambil hikmah atas apa yang terjadi. Selama pandemi, sebagai seorang guru RA (Raudhatul Athfal) , saya dituntut untuk bisa memberikan pembelajaran jarak jauh kepada peserta didik yang notabene masih anak usia dini, supaya proses kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung dalam suasana yang menyenangkan. Belajar seraya bermain di tengah pandemi tidak bisa optimal karena dibatasi oleh aktivitas yang lebih banyak berada di dalam rumah, meskipun sangat banyak permainan yang bisa dilakukan di dalam rumah. Tak bisa dipungkiri, transfer ilmu dari seorang guru kepada peserta didik tidak seoptimal ketika transfer ilmu dilakukan secara tatap muka. Apalagi kalau peserta didiknya berusia antara 4-6 tahun yang masih perlu mendapat bimbingan dari seorang guru. Orang tua yang sejatinya merupakan guru pertama dan utama bagi anak, ketika pandemi seperti saat ini menjadi patner guru yang sangat penting supaya pembelajaran jarak jauh tetap berlangsung. Tidak mudah mengembalikan peran orang tua sebagai ‘madrasatul ula’, yaitu pendidik pertama dan utam bagi anak, karena peran ini disadari atau tidak, telah diserahkan kepada sekolah oleh orang tua seiring berjalannya waktu. Kreativitas saat pembelajaran jarak jauh sangat dibutuhkan supaya peserta didik tidak terjebak dalam kebosanan belajar karena tidak ada kelas tatap muka secara langsung dengan guru. Pemanfaatan teknologi digital bagi dunia pendidikan berkembang pesat saat pandemi. Pandemi telah mendorong terjadinya percepatan pemanfaatan teknologi digital. Inilah salah satu hikmah yang bisa dirasakan saat adanya pandemi. Di era kebiasaan baru ini, kita dituntut untuk memperbarui kemampuan komunikasi lewat digital terutama pemanfaatan internet.
Tidak hanya dunia pendidikan, komunikasi via internet juga digunakan dalam interaksi sosial antar anggota keluarga besar, untuk menjalin silahturahim dengan kerabat saat tidak bisa berkunjung akibat adanya pandemi. Tidak pernah terbayangkan hari raya Idul Fitri di tengah pandemi pada bulan Mei 2020 harus dilewati tanpa adanya kemeriahan. Tahun ini saya dan keluarga besar tidak bisa mengadakan tradisi kumpul bersama di bulan Syawal akibat pandemi. Bahkan suasana masih terasa mencekam terutama di wilayah zona merah, karena kabar bertambahnya korban covid-19 masih terus bertambah, grafiknya belum melandai seperti saat ini bulan November 2020.
Kisah ibu saya lain lagi. Ibu saya lansia berusia 70 tahun. Beliau masuk kategori rentan terpapar virus covid-19. Sejak pandemi, beliau harus menahan diri tidak bisa pergi ke mana-mana karena lansia diharuskan untuk tetap berdiam diri tinggal di rumah, tidak bepergian saat pandemi. Bahkan saat PSBB transisi ( Pembatasan Sosial Berskala Besar masa transisi), naik kereta commuter line juga dibatasi waktunya, lansia hanya boleh naik pada jam-jam yang tidak padat penumpang, dari jam 10 pagi sampai jam 2 siang. Padahal beliau seorang pedagang kue basah yang biasa berinteraksi dengan pembeli, dan pengguna rutin moda transportasi kereta commuter line. Seorang pedagang yang tiba-tiba harus berhenti bertransaksi, beliau merasakan sehari laksana setahun, mungkin itulah yang dirasakan pedagang yang lain. Dunia perdagangan jelas sangat terpukul, roda ekonomi melambat nyaris terhenti, sangat ironi. Untuk menghibur beliau, saya mengatakan kepada beliau bahwa tahun ini tahun 2020 anggap saja laksana tidur panjang dan terbangun di tahun depan sudah tahun 2021 yang penuh dengan harapan. Mungkin ini bukan pernyataan solutif, tapi setidaknya berlalunya hari bersama pandemi tidak terus menerus membuat kita galau dan tidak dihadapi dengan gundah gulana.
Tahun 2020 adalah tahun yang sangat berat bagi tenaga medis. Mereka harus berjuang melawan makhluk ciptaan Allah yang tak kasat mata. Meskipun bukan tenaga medis, suami saya yang bekerja sebagai karyawan di pabrik pembuatan obat, yang biasanya tidak memproduksi hand sanitizer, karena banyaknya permintaan hand sanitizer dan terjadi kelangkaan di pasaran pada awal terjadinya pandemi, maka segera merespon permintaan pasar dengan memproduksi hand sanitizer. Untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi kelangkaan barang tersebut secara berkepanjangan. Delapan bulan sejak pemerintah menetapkan terjadi pandemi covid-19, tak bisa dihindari akhirnya ada juga beberapa karyawan yang positif covid-19 berdasarkan hasil tes swab dan harus isolasi mandiri. Alhamdulillah suami saya negatif setelah tes rapid, dan rencananya pihak manajemen perusahaan akan mengadakan tes rapid secara berkala dengan alat tes yang tingakat akurasinya paling bagus. Ternyata pandemi covid-19 membuat orang harus memiliki kebiasaan baru supaya terhindar dari virus ini. Suami saya setiap pulang kerja biasanya duduk dulu untuk istirahat melepas lelah. Sejak pandemi, dia masuk rumah langsung mengambil handuk langsung mandi, tidak duduk dulu seperti biasanya. Baju yang digunakan untuk bekerja di luar rumah dicuci langsung setiap hari. Jangan ditanya berapa banyak kenaikan tagihan listrik, yang jelas tagihan listrik jadi membengkak karena aktivitas anggota keluarga yang semula banyak di luar rumah kini lebih banyak di dalam rumah. Internet menjadi kebutuhan vital seperti kebutuhan air dan listrik.
Memasuki masa PSBB transisi, saya dan keluarga sedikit lega karena bisa beraktivitas di luar rumah meskipun tetap harus menerapkan disiplin protokol kesehatan dengan ketat. Tetap ingat pesan ibu slogan 3M, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.Saya dan keluarga memecah kebosanan selama berdiam diri di rumah dengan berkunjung ke tempat wisata. Cek suhu sudah menjadi suatu keharusan. Bagi saya dan keluarga yang terpenting saat ini adalah tetap menjaga kesehatan dengan suhu tubuh tidak lebih dari 38 derajat celsius, supaya bisa tetap beraktivitas di luar rumah. Pernah pada suatu waktu di bulan Agustus 2020 saya mengajak ibu saya ke sebuah mall di Bogor, ternyata lansia tidak boleh masuk padahal suhunya normal. Akhirnya ibu saya harus menunggu di luar gedung mall. Saya dan adik saya harus bergantian menemani ibu di luar gedung mall.
Berharap pandemi segera berlalu. Berharap kehidupan akan lebih baik pasca pandemi. Membangun optimisme meskipun harus tertatih, jauh lebih baik dari pada hidup dalam pesimistis yang bisa mengantarkan kepada kehancuran. Marilah kita songsong hari esok yang lebih baik lagi dengan bersyukur dan bersabar. Optimis penuh keyakinan, setiap kesulitan akan ada kemudahan, setiap masalah akan ada jalan keluarnya. Sukses dan bahagia akan meliputi kita dalam seluruh kondisi dengan tetap optimis.
Data Kontributor
Nama : Fitriana, S.Pd.
Alamat domisili : Jl. Ken Arok I No.96 RT 1 RW 12 Kp. Plered Desa Pabuaran Kec.Bojonggede Kab. Bogor Provinsi Jawa Barat
Profesi : Guru RA di RA Asysyarifah, Kebon Kelapa, Gambir, Jakarta Pusat
Email : fitriana.jawa@gmail.com
fb : Fitriana
IG : fitriana.jawa
WA : 08568003005
Motto hidup : Menggapai ridha Allah